Daftar Menu

APA KITA SUDAH MENGENALI DIRI SENDIRI

Kebanyakkan manusia pada hari ini menganggap bahawa "Hidup" itu hanyalah makan, bergerak, mencari kemewahan, bekerja dan lain lain lagi, mereka mengangap bahawa jasad kasar mereka itu hidup dengan sendiri nya yang membolehkan mereka melakukan kerja kerja harian mereka itu, tapi pernah kah mereka terfikir bahawa jasad mereka itu sebenar nya ialah benda mati yang tidak dapat hidup dan bergerak dengan sendiri nya tanpa ada sesuatu yang menghidupkan nya?
Dimanakah letaknya yang di panggil hidup itu? Yang mana dengan adanya yang hidup itu lah jasad kita ini hidup dan sebenarnya ia diam di dalam jasad kita sendiri, dan dia lah yang di panggil "DIRI" sebenar "DIRI" dan menghidupkan jasad kita ini. Tapi pernah kah kita terfikir tentang "DIRI" itu atau cuba mencari dan mengenal nya.

Ketahuilah tanpa yang hidup itu jasad tidak ada erti nya. Tetapi benda mati ini lah yang dijaga dan diutamakan orang di dunia ini. Sedangkan semua tahu bila mati kelak, jasad akan busuk dan di tanam atau di bakar. Ini menunjukkan mati ialah bila hidup yang menghidupkan jasad tadi meninggalakan jasad.

Tentu nya soal yang akan timbul ialah dari mana "DIRI" itu, dimana letaknya "DIRI" itu, terdiri dari apakah "DIRI" itu, dan kemanakah perginya "DIRI" itu apabila jasad mati atau dengan lain perkataan "DIRI" meninggalkan jasad??? dan yang penting sekali bolehkah kita mengenal "DIRI" sebenar "DIRI" kita itu.


Di lingkungan kita, banyak orang yang mengaku mengenal dirinya sendiri. Padahal apa yang diketahui tentang dirinya itu berbeda dengan pemahaman orang yang melihatnya sehari-hari. Mengapa hal seperti itu bisa bahkan sering terjadi? Siapakah diri kita?
Pada hakikatnya semakin yang kita ceritakan tentang diri kita sama dengan apa yang orang lain dengar itu berarti kita semakin mengenal diri kita, semakin banyak yang berbeda berarti kita tidak mengenal diri kita. Baik yang menilai dirinya terlalu tinggi maupun terlalu rendah, keduanya tidak sesuai kenyataan dan itu berarti jelek. Hal ini secara mental atau psikologis tidak sehat. Orang yang selalu pakai kedok akan capek, lalu memberikan stres yang besar pada diri sendiri.
Dalam psikologi ada konsep yang disebut Johari Window atau Jendela Johari, yang menggambarkan pengenalan diri kita. Ada empat jendela dalam Jendela Johari.

(1) Jendela terbuka. Hal-hal yang kita tahu tentang diri sendiri, tapi orang lain pun tahu. Misalnya keadaan fisik, profesi, asal daerah, dan lain-lain.
(2) Jendela tertutup. Hal-hal mengenai diri kita yang kita tahu tapi orang lain tidak tahu. Misalnya isi perasaan, pendapat, kebiasaan tidur, dan sebagainya.
(3) Jendela buta. Hal-hal yang kita tidak tahu tentang diri sendiri, tapi orang lain tahu. Misalnya hal-hal yang bernilai positif dan negatif pada kepribadian kita.
(4) Jendela gelap. Hal-hal mengenai diri kita, tapi kita sendiri maupun orang lain tidak tahu. Ini adalah wilayah misteri dalam kehidupan.

Semakin besar daerah/jendela terbuka kita akan semakin baik, karena berarti kita mengenal diri secara baik. Orang yang memiliki daerah tertutup lebih besar akan mengalami kesulitan dalam pergaulan. Adapun mereka yang memiliki daerah buta sangat besar, bisanya akan membuat orang lain merasa kasihan.
Ada dua cara untuk membuat jendela kita terbuka lebar, yaitu:
1. Bersedia menerima umpan balik, secara verbal maupun non-verbal.

a. Bersedialah untuk menerima kritik, saran dan pendapat dari orang lain tentang diri kita. Kalau ada orang yang memberikan kritik sangat pedas, ada baiknya dikaji. Jika merasa tidak benar, tanyakan, mengapa dia mengungkapkan hal itu, cari klarifikasi, dan bukan membalas menghajarnya atau mengkritik balik. Kritik adalah bentuk umpan balik yang berisi informasi negatif tentang diri kita, yang mungkin kita anggap kelemahan. Harusnya kritik itu berisi saran, karena kritik itu berarti menunjukkan kesalahan dan harus bisa memberitahu bagaimana jalan keluarnya

b. Kita juga harus mau lebih membuka diri. Ungkapkan kalau ada uneg-uneg, kekesalan, kejengkelan dan sebagainya. Bisa lisan bisa tertulis harus diungkapkan terus terang. Bisa juga kita membuka kekuatan


sumber:
Benarkah Kita Sudah Mengenal Diri Sendiri? http://id.shvoong.com/social-sciences/psychology/1947562-benarkah-kita-sudah-mengenal-diri/#ixzz1HuLZLPqh

Cara Sabar dan Mensikapi Takdir

3 cara bagaimana kita menguatkan kesabaran kita dalam hidup.

Pertama,
Yakini bahwa diri kita ini milik Allah SWT. nothing in this world is belong to us, all belong to Allah SWT. definitely, kita lahir tanpa membawa kain secuil pun. telanjang buoy. segala yang kita punya adalah pinjaman dari Allah SWT, so ketika sang pemilik menginginkan kembali ya harus legowo untuk melepasnya. malu donk kalo mempertahankan sesuatu yang bukan milik kita. cem genol ajah…
kedua,
Agar kita bisa bersabar : jangan pernah membanding-bandingkan. terutama membandingkan dengan yang lebih baik dari kita, especially dalam materi kali yaa… mencoba membanding2kan apa yang kita punya dengan orang lain punya berpotensi pada kekuatan kesabaran kita. cobalah untuk melihat kebawah daripada melihat ke atas dalam hal harta benda bukan di bawah tanah ada harta karun kayak gitu bukan dan di langit ada uang jatuh juga bukan , kecuali dalam hal ilmu (catatan sendiri itu mah bukan catatan khatib).
ketiga,
Agar kita sabar kita harus yakin bahwa hidup ini proses yang sebentar. ya paling banter +- 63 tahun, kita gak akan hidup selamanya. there’s nothing is forever (kecuali Allah SWT yang kekal selama2nya tiada awal dan akhir, karena Allah SWT adalah awal dan akhir… cmiiw). gak ada yang namanya miskin teruuuuuuuss…. sakiiiit teruuuuus…. kaya teruuuuusss… miskiin teruuuusss… ada saatnya diatas, ada saatnya dibawah. baik saat diatas maupun dibawah cobalah untuk bersyukur!
kalau kita harus bersabar saat kita taat pada Allah SWT, sabar saat menghadapi kemaksiatan (maksudnya sabarlah untuk istiqamah menghindari kemaksiatan) sabar saat beribadah kepadanya. siapa bilang shalat Tahajud itu enak, sapah bilang jadi orang shaleh itu enak kan kata Rasulullah SAW juga “dunia bagi orang shaleh itu seperti neraka dan bagi orang kafir itu seperti seperti surga” so ya agar tetap dalam koridor keimanan kita bukanlah hal yang mudah, apalagi di zaman yang penuh fitnah seperti sekarang ini… wah ngeri lah kk, godaan datangnya dari segala penjuru buoy setiap saat… well i’m not shaleh person but i don’t want to be salah person.


Cara Terbaik Mensikapi Taqdir

Beruntunglah menjadi seorang muslim karena Allah SWT secara lengkap dan sempurna telah menyediakan panduan hidup terbaik dan contoh manusia terbaik yang dapat dijadikan model terbaik dalam menjalani kehidupan sementara di dunia ini dengan sebaik-baiknya. Termasuk tentunya di sini bagaimana mensikapi dengan benar persoalan-persoalan hidup yang pasti akan kita temui, karena dengan persoalan-persoalan itulah sesungguhnya Allah SWT menguji sejauhmana meningkatkan kualitas ketaqwaan seseorang di sisi Allah SWT.

Taqdir baik dan buruk merupakan ketentuan yang telah ditetapkan Allah SWT kepada setiap hambaNya. Sebagai contoh, kematian itu pasti akan datang menemui kita meskipun sangat mungkin kita merasa belum siap menghadapinya. Begitu juga bagaimana bentuk kehidupan kita setelah kematian—apakah mendapatkan kehidupan yang dicintai, diberkahi, dan diridhai Allah SWT atau sebaliknya—juga merupakan sebuah kepastian yang akan kita terima sebagai konsekuensi logis dari pilihan hidup yang dijalani selama diberi nafas kehidupan oleh Allah SWT. Menjalani kehidupan di dunia yang sangat-sangat singkat ini dibandingkan dengan kehidupan yang sesungguhnya di akhirat nanti dengan menjadi seorang muslim yang meniatkan seluruh kegiatan yang dipilihnya sebagai bentuk penghambaan kepada Allah SWT yang telah menganugerahinya begitu banyak nikmat sehingga dipastikan tidak akan mampu menghitungnya. Menjadi seorang muslim yang menjadikan kecintaan, keridhaan, dan perjumpaan denganNya sebagai tujuan hidupnya, menjadikan dunia sebagai batu loncatan untuk menggapai kesuksesan sejati di kehidupan akhirat yang sejati.

Demikian juga dengan kegembiran dan kesedihan, kesuksesan dan kegagalan, kemenangan dan kekalahan, sehat dan sakit, ketenangan dan kecemasan, siang dan malam, kehidupan dan kematian, merupakan sebagian kecil contoh yang menunjukkan bahwa Allah SWT telah menyatakan dengan tegas bahwa hidup ini sesungguhnya penuh dengan kepastian, bukan kemungkinan-kemungkinan. Bahwa kebaikan yang kita usahakan, sekecil apapun menurut penilaian kita pasti akan dibalas dengan kebaikan yang lebih banya. Bahkan, ketika kita baru berniat akan melakukan kebaikan dan kita tidak jadi melakukannya, Allah mencatatnya sebagai satu kebaikan yang sempurna. Apalagi ketika kita berniat melakukan kebaikan dan kemudian kita jadi melakukannya, maka Allah SWT mencatat di sisiNya 10 kebaikan hingga 700 kali lipat bahkan sebanyak yang dikehendakiNya.

Tidaklah berlebihan bahwa menjadi seorang muslim pastilah menjadi orang paling berbahagia di muka bumi ini, karena apapun ketetapan Allah kepada hambaNya, kata Rasulullah SAW, semuanya pasti baik adanya. Sebagaimana diriwayatkan Muslim, dari Abi Yahya Shuhaib bin Sinan r.a, Rasulullah SAW bersabda”Sangat mengagumkan keadaan orang mukmin itu, sebab keadaan bagaimanpun baginya adalah baik dan tidak mungkin terjadi demikian, kecuali bagi orang mukmin saja. Jika mendapat nikmat ia bersyukur dan itu baik baginya; dan bila menderita kesusahan ia bersabar, maka itupun baik baginya.”

Ibnu Qayyim Al Jauziyah r.a dalam bukunya Kemulian Syukur dan Keagungan Sabar mengingatkan kita untuk memahami konsep sabar secara menyeluruh. Sabar itu bukan hanya mampu menahan dirinya dari dorongan nafsu kemarahan (Hilm), tapi juga mampu menahan nafsu birahinya sehingga kemaluannya terjaga dari berbagai perbuatan terkutuk (‘Iffah), mampu menahan diri untuk tidak makan secara berlebihan atau secara terburu-buru (syara nafs/syaba’ nafs), dan mampu menahan diri untuk tidak senantiasa tergesa-gesa dalam melakukan sesuatu (Waqar/Tsabat). Jangan mengaku sabar ketika kita masih suka membeberkan rahasia, suka mencari kambing hitam karena sabar itu adalah kitman sirr (mampu menahan diri untuk tidak mengatakan apa saja yang seharusnya tidak dikatakan), muru’ah (mampu menahan diri untuk tidak melemparkan hal-hal yang tidak disukai kepada orang lain), dan syaja’ah (mampu menahan diri untuk tidak lari dan kabur dari masalah yang dihadapi). Orang sabar itu, lanjut Ibnu Qayyim Al Jauziyah, zuhud/Qana’ah (mampu menjaga diri dari berbagai kelebihan dunia dan sanggup menyepelekannya; mengambil hanya sebagian kecil dari dunia untuk mencukupi kebutuhan, dermawan (mampu menahan diri untuk tidak pelit kepada orang lain), pemaaf/pemurah (mampu menahan diri untuk tidak mengganggu orang lain, dan cerdik (mampu menahan diri untuk tidak berlaku malas dan ogah-ogahan dalam waktu yang seharusnya bergerak).

Maka, apapun yang ditetapkan Allah SWT kepada kita itu pasti baik adanya. Allah SWT tidak pernah memberi soal di luar kesanggupan kita untuk menyelesaikannya dan setiap soal itu pasti ada jawabannya. Jangan pernah terbersit sedikit pun dalam hati dan pikiran untuk berputus asa dari rahmat Allah SWT karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu pasti ada kemudahan dan sesudah kesulitan pasti ada kemudahan yang mengikutinya. Masihkah ada lagi alasan yang membuat kita terus menerus bersedih dan takut terhadap kehidupan dunia yang singkat, penuh permainan dan senda gurau ini?

Sumber :
http://kurniawan.staff.uii.ac.id/2008/09/06/sabar-dan-syukur-cara-terbaik-mensikapi-taqdir/

Al-Quran



FUNGSI AL-QUR’AN

DAN PENTINGNYA MEMBACA AL-QUR’AN

1. Pengertian Al-Qur’an

Para ulama berbeda pendapat tentang lafad Al-Qur’an tetapi mereka sepakat bahwa lafad Al-Qur’an adalah isim (kata benda) bukan fi’il (kata kerja) atau harf (huruf). Isim yang dimaksud dalam bahasa Arab sama dengan keberadaan isim-isim lain, kadang berupa isim jamid atau disebut isim musytaq.

Sebagian ulama berpendapat bahwa lafal Al-Qur’an adalah isim musytaq, namun mereka masih tergolong ke dalam dua golongan.

Golongan pertama berpendapat, bahwa huruf nun adalah huruf asli sehingga dengan demikian isim tersebut isim musytaq dari materi qa-ra-na. Golongan yang berpendapat seperti itu, masih terbagi dua juga :

Golongan pertama diwakili antara lain oleh Al-Asyari yang berpendapat bahwa lafad Al-Qur’an diambil dari kalimat “Qarana asy-syaiu bis-sya’i aidzadhammamatuh ilaih”. Ada juga yang berpendapat diambil dari kalimat “qarana baina baina al-bairani, idza jam’a bainahuma”. Dari kalimat yang terakhir muncul sebutan Qirana terhadap pengumpulan pelaksanaan ibadah haji dan umroh dengan hanya satu ihrom.

Golongan kedua diwakili antara lain oleh Al-Farra berpendapat bahwa lafal Al-Qur’an musytaq dari kata qara’un, jamak dari qarinah, karena ayat-ayat Al-Qur’an (lafalnya) banyak yang sama antara yang satu dengan yang lain.

Golongan kedua berpendapat bahwa huruf alif dalam kata Al-Qur’an adalah huruf asli. Pendapat ini juga terjadi pada dua golongan :

Golongan pertama diwakili oleh Ihyan yang berpendapat bahwa lafal Al-Qur’an adalah bentuk masdar mahmuz mengikuti wazan al-gufron dan ia merupakan musytaq dari kata qara’a yang mempunyai arti yang sama dengan tala’.

Golongan kedua diwakili antara lain Az-Zujaj yang berpendapat bahwa lafal Al-Qur’an diidentikan dengan wazan al-fu’lan yang merupakan musytaq dari kata al-qar’u yangmempunyai arti al-jam’u.

Dari uraian tersebut berbagai pandangan tentang Al-Qur’an dilihat dari sudut bahasa, penulis menganbil definisi dari pendapat pertama yang mengatakan bahwa alif dalam kata Al-Qur’an adalah asli sebagaim,ana diwakili oleh Al-Lihyan, hal ini agar definisi Al-Qur’an sama dengan definsi telah disajikan pada bab pertama.

Dalam pengertian Al-Qur’an, para ulama mempunyai shigoh-shigoh tertentu, ada yang panjang dan ada yang pendek. Sedangkan yang paling mendekati dan sama menurut pengertian mereka tentang Al – definisi Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan pada Nabi Muhammad SAW, bagi yang membacanya merupakan suatu ibadah dan mendapat pahala.

2. Fungsi Al-Qur’an

Setelah Rasulullah wafat, yang tertinggal adalah Al-Qur’an yang terjaga dari penyimpangan dan pemutarbalikan fakta agar dipakai sebagai petunjuk dan pedoman dalam mengarungi dunia fana ini. Firman Allah SWT :

“Katakanlah hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah (yang) diutus kepada kalian semua, bahwa Allahlah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi, tidak ada Tuhan selain Dia yang menghidupkan dan yang mematikan, maka berimanlah kalian kepada Allah dan rasulNya. Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimatNya (kitab-kitabNya) dan ikutilah Dia agar kalian mendapat petunjuk (QS Al-Arof : 158)

Juga disebutkan FirmanyaNya :

“Maha suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqon (Al-Qur’an) kepada hambaNya, agar menjadi peringatan kepada seluruh alam” (QS Furqon: 1)

Sebagian nama–nama Al-Qur’an, baik secara langsung maupun tidak langsung memperlihatkan fungsi Al-Qur’an. Dari sudut isi atau substansinya, fungsi Al-Qur’an sebagai tersurat dalam nama-namanya adalah sebagai berikut:

a. Al-Huda (petunjuk)

Dalam Al-Qur’an terdapat tiga kategori tentang posisi Al-Qur’an sebagai petunjuk. Pertama, petunjuk bagi manusia secara umum. Allah berfirman, “Bulan ramadhan adalah bulan yang diturunkan-Nya Al-Qur’an yang berfungsi sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasannya mengenai itu …” (QS Al-Baqoroh [2]: 185).

Kedua, Al-Qur’an adalah petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa. Allah berfirman, “Kitab Al-Qur’an ini tidak ada keraguan di dalamnya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa” (QS Al-Baqoroh [2]: 2).

Bahwa Al-Qur’an berfungsi sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa dijelaskan pula dalam ayat lainnya, antara lain Surat Al-Imron [3] ayat 138.

Ketiga, petunjuk bagi orang-orang yang beriman. Allah berfirman, : “…. Katakanlah : ‘Al-Qur’an itu adalan petunjuk dan penawar bagi orang-orang beriman…” (QS Fussila [41]: 44).

b. Al-Furqon (pemisah)

Dalam Al-Qur’an dikatakan bahwa ia adalah ugeran yang membedakan dan bahkan memisahkan antara yang hak dan yang batil atau antara yang benar dengan yang salah. Allah berfirman, “Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al-Qur’an yang berfungsi sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil) … (QS Al-Baqaroh [2] : 185).

c. Al-Syifa (Obat)

Al-Qur’an dikatakan bahwa ia berfungsi sebagai obat bagi penyakit yang ada di dalam dada (mungkin yang dimaksud disini adalah penyakit psikologis). Allah berfiman, “Hai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh dari penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada…”(QS Yunus [10] : 57).

d. Al Mau’idzoh (nasehat)

Dalam Al-Qur’an dikatakan bahwa ia berfungsi sebagai nasehat bagi orang-orang bertaqwa. Allah berfirman, “Al-Qur’an ini adalah penerangan bagi seluruh manusia dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang bertaqwa” (QS Ali-Imron [3]: 138)

Demikianlah fungsi Al-Qur’an yang diambil dari nama-namanya yang difirman Allah dalam Al-Qur’an. Sedang fungsi Al-Qur’an dari pengalaman dan penghayatan terhadap isinya bergantung pada kualitas ketaqwaan invidu yang bersangkutan.

3. Pentingnya Membaca Al-Qur’an

Allah menurunkan Al-Qur’an kepada nabi Muhammad SAW untuk mengeluarkan umat manusia dari kegelapan dan kebodohan menuju cahaya Islam, sehingga menjadi benar-benar umat yang baik dan terbaik yang pernah ada di muka bumi ini.

Di antara ciri khas atau keistimewaan yang dimilki Al-Qur’an adalah ia bisa memberi syafa’at pada hari kiamat pada orang yang membacanya, mengkajinya, hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Abi Umamah al, Bahimah, bahwa Rasulullah SAW bersabda, yang artinya:

“Baca Al-Qur’an, ia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafa’at kepadanya” (HR Muslim)